Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi. Sebanyak enam orang berhasil diamankan dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan kasus korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) preservasi Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera Utara.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penangkapan ini merupakan hasil OTT yang dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Kamis, 26 Juni 2025. Hingga Jumat, 27 Juni 2025, keenam individu tersebut sedang dalam perjalanan menuju Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif, ungkap Budi Prasetyo dalam keterangannya.
KPK berjanji akan segera merinci identitas para pihak yang terlibat, termasuk konstruksi kasus serta peran masing-masing individu dalam dugaan praktik korupsi ini. “Siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dan bagaimana konstruksi perkaranya akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya,” tegas Budi.
Kedatangan para terduga pelaku ke ibu kota dijadwalkan secara bertahap. Empat di antaranya diperkirakan tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat malam, sekitar pukul 22.00 WIB, sedangkan dua lainnya akan menyusul pada Sabtu dini hari, 28 Juni 2025, sekitar pukul 01.00 WIB.
Operasi tangkap tangan di Mandailing Natal ini menandai OTT kedua yang berhasil dilakukan KPK sepanjang tahun 2025. Sebelumnya, pada Maret 2025, lembaga antirasuah tersebut juga berhasil menggelar OTT di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Dalam kasus sebelumnya di OKU, delapan orang diamankan, termasuk Kepala Dinas PUPR OKU, NOP; tiga ASN di lingkungan dinas tersebut; tiga anggota DPRD OKU berinisial FJ, MFR, dan UM; serta seorang kontraktor. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers pada Ahad, 16 Maret 2025, di Gedung Merah Putih KPK, menjelaskan bahwa kasus korupsi di OKU bermula dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU 2025 pada Januari 2025.
Saat itu, perwakilan dari DPRD diduga meminta “jatah pokok pikiran” atau “pokir” sebagai imbalan untuk pengesahan RAPBD. Jatah pokir ini kemudian dialihkan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai total fantastis, mencapai Rp 40 miliar. Pembagiannya pun diatur, di mana Ketua dan Wakil Ketua DPRD masing-masing mendapat proyek senilai Rp 5 miliar, sementara anggota mendapatkan Rp 1 miliar.
Pilihan Editor: Duit Tambang Jatah Ormas dalam Pencucian Uang Rita Widyasari