Jakarta – Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah Israel melancarkan serangan terhadap Iran pada Jumat, 13 Juni 2025. Serangan ini menyasar fasilitas nuklir dan lokasi-lokasi militer Iran, memicu kekhawatiran global akan eskalasi konflik yang lebih luas. Serangan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump sebelumnya memperingatkan tentang potensi konflik besar di kawasan tersebut.
Laporan dari TV pemerintah Iran mengkonfirmasi bahwa ledakan terdengar di ibu kota pada Jumat pagi. Sebagai respons, pertahanan udara Iran dinyatakan dalam kondisi siaga penuh, mencapai tingkat 100 persen.
Menteri Pertahanan Israel, Katz, memperingatkan bahwa Iran kemungkinan akan melakukan pembalasan atas serangan ini. Israel pun telah mengumumkan keadaan darurat, mengantisipasi serangan balasan. “Setelah serangan pendahuluan Negara Israel terhadap Iran, serangan rudal dan pesawat tak berawak terhadap Negara Israel dan penduduk sipilnya diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat,” ujar Katz, seperti dilansir dari NDTV.
Serangan ini langsung berdampak pada pasar global, dengan harga minyak melonjak hingga 6 persen. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap stabilitas pasokan energi dunia. Pemicu serangan ini diperkuat oleh pernyataan Trump sebelumnya yang mengisyaratkan kemungkinan serangan terhadap Iran dan mengumumkan penarikan staf AS dari wilayah tersebut.
“Saya tidak ingin mengatakan itu akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi tampaknya itu adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Kamis, ketika ditanya mengenai kemungkinan serangan Israel. Pernyataan ini seolah meramalkan kejadian yang terjadi kemudian.
Trump juga menyampaikan keyakinannya bahwa kesepakatan terkait program nuklir Iran “cukup bagus” dan hampir tercapai. Namun, ia mengakui bahwa serangan Israel terhadap Iran dapat merusak peluang tercapainya kesepakatan tersebut.
Meskipun tidak mengungkapkan detail percakapannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin, Trump memberikan sedikit petunjuk. “Saya tidak ingin mereka masuk, karena saya pikir itu akan merusak segalanya,” ujarnya, mengindikasikan adanya perbedaan pendapat mengenai strategi yang diambil.
Namun, Trump menambahkan ambigu, “Sebenarnya itu bisa membantu, tetapi bisa juga menghancurkannya,” menunjukkan kompleksitas situasi dan potensi hasil yang beragam.
Seorang pejabat AS menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam serangan Israel terhadap Iran. Penegasan ini muncul di tengah spekulasi mengenai dukungan AS terhadap tindakan Israel.
Sebelumnya, pada hari Rabu, Amerika Serikat mulai menarik staf kedutaannya di Irak, sebuah negara yang telah lama menjadi arena konflik proksi antara AS dan Iran. Israel, yang sangat bergantung pada dukungan militer dan diplomatik AS, memandang Iran sebagai ancaman eksistensial. Tahun lalu, Israel telah menyerang pertahanan udara Iran, menunjukkan keseriusan ancaman yang dirasakan.
Netanyahu telah berjanji untuk tidak lagi menahan diri sejak serangan tak terduga pada 7 Oktober 2023 oleh Hamas yang didukung Iran terhadap Israel, yang memicu serangan besar-besaran Israel di Gaza. Peristiwa ini semakin memperburuk ketegangan di kawasan tersebut.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, bersama dengan Israel, berulang kali menuduh Iran berusaha mengembangkan senjata nuklir, tuduhan yang berulang kali dibantah oleh Teheran. Iran bersikeras bahwa program nuklirnya ditujukan untuk tujuan damai.
Israel kembali menyerukan negara-negara lain untuk mengambil tindakan setelah Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) PBB menuduh Iran pada hari Rabu karena tidak mematuhi kewajibannya terkait program nuklirnya. Tudingan ini semakin meningkatkan tekanan internasional terhadap Iran.
Pilihan editor: 58 WNI Terdampak Razia Imigrasi AS, 6 Sudah Dideportasi