Kemenangan telak 4-0 Timnas Malaysia atas Vietnam di putaran ketiga Kualifikasi Piala Asia 2027 di Bukit Jalil menjadi momen bersejarah, mengakhiri penantian 11 tahun untuk menundukkan rival bebuyutan tersebut. Euforia suporter yang membanjiri stadion memang terasa nyata, namun di balik pesta kemenangan tersebut, muncul gelombang kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk pengamat sepak bola lokal.
Salah satu suara yang paling vokal datang dari pengamat sepak bola Malaysia, Zakaria Rahim. Ia melontarkan kecaman pedas terhadap Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM), menganggap bahwa kemenangan yang sangat bergantung pada pemain naturalisasi adalah hal yang memalukan. Baginya, langkah FAM yang menerapkan program jangka pendek dengan mengandalkan amunisi impor demi mendongkrak prestasi tim nasional merupakan keputusan yang sangat disayangkan bagi asosiasi sepak bola lokal di Malaysia.
“Fakta bahwa FAM harus mengaktifkan rencana jangka pendek dengan pemain-pemain naturalisasi untuk meningkatkan prestasi di tim nasional adalah hal yang memalukan bagi asosiasi sepak bola lokal,” tegas Zakaria Rahim, menyoroti betapa ironisnya situasi tersebut.
Menurut Zakaria Rahim, peran para pemain naturalisasi dalam kemenangan krusial atas Vietnam itu sangatlah dominan, bahkan bisa disebut sebagai kunci utama. Ia mengamati bahwa kontribusi pemain lokal sangat minim, dengan hanya Arif Aiman yang dianggap mampu memberikan dampak signifikan bagi Harimau Malaya. Kondisi ini mencerminkan ketergantungan yang besar pada talenta luar.
“Pada Kualifikasi Piala Asia 2027, pemain naturalisasi menjadi kunci kemenangan Malaysia. Dan Arif Aiman Hanapi menjadi satu-satunya pemain didikan sepak bola Malaysia yang mampu memberikan kontribusi signifikan,” tambahnya, menegaskan pandangannya tentang minimnya peran pemain asli didikan lokal.
Zakaria Rahim percaya bahwa tanggung jawab pembinaan pemain tidak semata-mata berada di tangan FAM. Ia mendesak agar asosiasi sepak bola lokal mampu menjadi penopang kuat bagi FAM dalam membentuk tim nasional yang solid. Pengembangan pemain dan kompetisi di usia muda, menurutnya, adalah kunci utama. Namun, ia menyayangkan bahwa fokus justru lebih banyak tertuju pada kompetisi kasta tertinggi seperti Liga Super, bahkan liga tersebut pun kini dihadapkan pada masalah penarikan diri klub-klub.
“Tanggung jawab pembinaan pemain tidak hanya berada di tangan FAM, badan ini membutuhkan dukungan kuat dari federasi sepak bola setempat,” ungkap Zakaria. Ia menambahkan, “Di banyak negara maju, ada banyak liga di berbagai tingkatan dan dari sana, ada banyak talenta muda yang diberi kesempatan untuk berkembang. Hal sebaliknya terjadi di Malaysia, di mana lebih banyak fokus pada divisi yang lebih tinggi seperti Liga Super. Akan tetapi, bahkan Liga Super pun telah menarik diri dari klub-klub.”
Melihat realitas ini, Zakaria Rahim merasa fungsi asosiasi sepak bola lokal kini seolah tak terlihat. Ia menyarankan agar asosiasi-asosiasi tersebut mendirikan liga sendiri yang lebih berorientasi pada pengembangan pemain lokal Malaysia. “Ketika sepak bola sudah menjadi profesional dan klub-klub sudah mandiri, apa fungsi asosiasi sepak bola lokal? Mereka tidak bisa dihapuskan dan saya sarankan agar mereka mendirikan liga-liga lokal karena saya penggemar masih ingin menonton sepak bola. Di mana pun pertandingannya, saya yakin stadion-stadion akan penuh,” pungkas Zakaria, menyerukan revitalisasi peran sepak bola lokal demi kemajuan olahraga nasional.