jpnn.com, BANDUNG – Persib Bandung saat ini tengah menghadapi permasalahan serius terkait janji bonus dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang dinilai tidak sesuai harapan. Polemik ini muncul setelah janji bonus tersebut tidak terealisasi sepenuhnya, memicu kekecewaan di kubu tim berjuluk Maung Bandung.
Permasalahan bermula ketika mantan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjanjikan bonus sebesar Rp 2 miliar untuk para pemain Persib yang berhasil meraih gelar juara back-to-back Liga 1. Dari total janji tersebut, Rp 1 miliar sudah diberikan langsung dari kantong pribadi Dedi Mulyadi, dan dana ini diterima tanpa masalah. Namun, untuk sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan, Dedi Mulyadi menginstruksikan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov untuk melakukan urunan.
Sayangnya, dana hasil urunan ASN yang terkumpul jauh di bawah target yang diharapkan. Terkumpulnya hanya Rp 365 juta, angka ini sangat timpang dari janji awal Rp 1 miliar. Karena nominal yang tidak sesuai tersebut, manajemen Persib dengan tegas memutuskan untuk menolak dan mengembalikan uang bonus yang telah sempat diberikan kepada para pemain.
Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) Umuh Muchtar menjelaskan secara rinci alasan penolakan tersebut. “Saya pertegas ya, dari ASN belum diterima. Kalau yang Rp 1 miliar dari KDM itu, kan, pribadi dari gubernur, tidak ada masalah kalau itu,” tutur Umuh saat ditemui di sela-sela sesi latihan tim di Stadion GBLA pada Senin (30/6/2025).
Menurut Umuh, keputusan untuk menolak bonus dari ASN Pemprov Jabar bukan tanpa alasan kuat. Salah satu faktor krusial adalah ketiadaan transparansi atau catatan yang jelas mengenai proses pengumpulan dana urunan yang diinstruksikan oleh gubernur. Selain itu, klub juga tidak ingin merasa terbebani oleh janji bonus Rp 1 miliar yang belum terealisasi secara penuh.
Kecurigaan Umuh semakin mendalam, bahkan mengarah kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman. Umuh merasa bahwa sosok eselon II.a tersebut terlalu bersemangat dalam menyampaikan janji-janji. Ia bahkan menduga bahwa uang bonus hasil urunan ASN sebenarnya sudah terkumpul penuh Rp 1 miliar, namun dana yang disalurkan kepada klub tidak sesuai dengan jumlah tersebut.
“Saya curiga jangan-jangan dari ASN sudah Rp 1 miliar, terus diberikan Rp 350 juta, itu kecurigaan saya,” ungkap Umuh dengan nada tegas. “Jadi, saya tidak mau terima. Jadi, dikembalikan dulu.” Ia menekankan pentingnya transparansi mutlak mengenai uang urunan dari ASN, yang harus disajikan secara jelas dan terperinci. Umuh menuntut agar Pemprov dapat melampirkan rincian dana yang diterima secara detail saat menyerahkan bonus kepada tim.
Umuh menegaskan bahwa transparansi ini krusial untuk menghindari potensi konflik di kemudian hari. “Harus jelas, sekarang dia tidak berani memberi rincian. Kalau memberi rincian semua, percaya siapa saja yang menyumbang itu. Harus ada rincian uang dari si A si B, siapa tahu sudah Rp 1 miliar sama sekda diotak-atik lagi, maaf saudara sekda,” pungkasnya, menunjukkan desakan kuat untuk kejelasan demi kepercayaan semua pihak.