Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dituntut hukuman 7 tahun pidana penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tuntutan berat ini disampaikan setelah jaksa meyakini bahwa Hasto Kristiyanto terbukti bersalah dalam kasus suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan mantan caleg PDIP Harun Masiku.
Dalam pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/7), Jaksa KPK Wawan Yunarwanto dengan tegas menyatakan, “Terdakwa Hasto Kristiyanto telah terbukti dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan dan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.” Atas perbuatannya tersebut, jaksa menuntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta, subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Jaksa membeberkan detail upaya perintangan penyidikan yang dilakukan Hasto Kristiyanto terkait kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI, yang menjadi pangkal keterlibatan Harun Masiku. Tindakan Hasto dianggap merintangi KPK dalam upaya penangkapan Harun Masiku, yang berujung pada status buronnya hingga kini. Perintah merendam telepon genggam Harun Masiku ke dalam air melalui Nurhasan, setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan, menjadi bukti kuat. Selain itu, Hasto juga memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi terhadap upaya paksa dari penyidik KPK.
Selain perintangan penyidikan, Hasto juga diyakini terlibat dalam praktik suap. Ia terbukti bersama-sama dengan Harun Masiku memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Suap ini bertujuan agar caleg Harun Masiku dapat dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024, menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1. Pemberian suap tersebut difasilitasi oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina, yang diketahui memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.
Atas perbuatannya, Hasto Kristiyanto dituntut melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).