TEHERAN, KOMPAS.com – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memuncak setelah Iran mengeluarkan ancaman balasan tegas terhadap pangkalan-pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di kawasan itu, menyusul serangan udara yang menyasar fasilitas nuklirnya pada Minggu (22/6/2025) dini hari.
Ali Akbar Velayati, penasihat utama Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan bahwa setiap negara di kawasan tersebut, atau di mana pun, yang pangkalan militernya digunakan oleh pasukan AS untuk melancarkan serangan terhadap Iran, akan dianggap sebagai “target yang sah” bagi angkatan bersenjata Iran. Pernyataan ini, yang disiarkan oleh kantor berita resmi IRNA, merupakan peringatan keras dari Teheran.
Ancaman balasan dari Teheran ini sontak memicu kekhawatiran mendalam di kancah internasional akan potensi eskalasi konflik yang lebih luas di wilayah yang sudah bergejolak, sebagaimana dilaporkan oleh AFP. Serangan udara yang memicu ancaman ini sendiri telah dikonfirmasi oleh Presiden AS Donald Trump dalam pidatonya di Gedung Putih pada Sabtu (21/6/2025) waktu AS, yang bertepatan dengan Minggu dini hari di Indonesia.
Dalam pengumumannya, Trump merinci bahwa serangan militer AS tersebut secara spesifik menyasar tiga situs nuklir krusial Iran: Natanz, Fordo, dan Isfahan. Untuk Fordo, sebuah fasilitas bawah tanah Iran yang sangat dijaga ketat, Trump secara eksplisit mengeklaim bahwa pesawat-pesawat tempur telah menjatuhkan “muatan penuh bom” di lokasi tersebut.
Natanz, di sisi lain, merupakan fasilitas nuklir yang juga sempat menjadi sasaran serangan Israel pada Jumat (13/6/2025) pekan sebelumnya, menandai hari pertama dari konflik Iran-Israel yang berlangsung selama sepekan terakhir. Sementara itu, Isfahan diyakini secara luas sebagai lokasi di mana Iran menyimpan cadangan uranium yang diperkaya hingga mutu mendekati bahan pembuat bom.
Melalui platform media sosialnya, Trump dengan optimis menyatakan, “Kami meraih kesuksesan militer yang spektakuler kemarin, merebut bom langsung dari tangan mereka (dan mereka akan menggunakannya jika mereka bisa).” Menyusul klaim Trump, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dalam sebuah jumpa pers menyampaikan bahwa program nuklir Iran kini “telah hancur total.” Hegseth secara khusus mengeklaim bahwa operasi tersebut dirancang untuk tidak menargetkan pasukan Iran maupun rakyat Iran.
Meskipun demikian, Jenderal AS Dan Caine, yang berdiri di samping Hegseth, mengakui bahwa masih terlalu dini untuk memberikan penilaian pasti mengenai tingkat kerusakan atau apa yang mungkin masih tersisa di lokasi tersebut. “Penilaian kerusakan pertempuran awal menunjukkan bahwa ketiga lokasi mengalami kerusakan dan kehancuran yang sangat parah,” jelas Jenderal Caine, menggarisbawahi tingkat keparahan dampak serangan tersebut.