Sembilan pemain naturalisasi Malaysia baru-baru ini mengguncang jagat sepak bola, terutama setelah penampilan impresif mereka membantu Timnas Malaysia melumat Vietnam 4-0 dalam ajang kualifikasi Piala Asia 2027 Grup F.
Kegemilangan tersebut tak urung memicu perdebatan sengit, dengan banyak pihak mempertanyakan legalitas proses naturalisasi para pemain tersebut. Belakangan, dunia maya bahkan dihebohkan oleh kabar bahwa Timnas Malaysia telah dijatuhi sanksi berat oleh FIFA dan AFC, menyusul dugaan pelanggaran aturan dalam proses naturalisasi.
Sanksi yang santer beredar pun bukan main-main: kabarnya Malaysia akan dilarang mengikuti seluruh kompetisi di bawah naungan FIFA dan AFC hingga tahun 2027, termasuk kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia. Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) juga disebut-sebut akan dikenakan denda fantastis sebesar 2 juta dolar AS (sekitar Rp30 miliar) serta larangan merekrut pemain diaspora selama lima tahun.
Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut ke sumber-sumber resmi FIFA dan AFC, tidak ditemukan informasi apapun yang mengkonfirmasi adanya sanksi terhadap Timnas Malaysia. Keraguan ini diperkuat oleh pernyataan Hasani Abdulgani, anggota Komisi Disiplin PSSI yang juga memiliki rekam jejak dalam mengurus proses naturalisasi pemain untuk Timnas Indonesia. Ia mengaku sama sekali tidak mengetahui adanya sanksi FIFA dan AFC terhadap Malaysia.
Komisi Disiplin PSSI Hasani Abdulgani. – (Republika/Prayogi.)
Kepada Republika pada Selasa (1/7/2025), Hasani menegaskan bahwa tidak ada informasi dari kedua federasi sepak bola tertinggi itu mengenai sanksi terhadap Malaysia terkait proses naturalisasi kesembilan pemain Timnas Harimau Malaya. Ia menjelaskan, “Saya tidak dapat atau ada informasi tentang sanksi itu. Naturalisasi itu sesuatu yang dibolehkan. Setiap negara punya aturan sendiri tentang proses naturalisasi. Tetapi kalau naturalisasi untuk dijadikan pemain sepak bola Timnas sebuah negara ada aturan mainnya dari FIFA.”
Merujuk pada aturan FIFA terkait naturalisasi pemain sepak bola, yang termaktub dalam artikel 7 dan 9, intinya adalah seorang pemain dapat memperoleh persetujuan FIFA jika memenuhi dua kriteria utama: pertama, pemain tersebut harus menetap atau aktif bermain sepak bola di negara tersebut selama lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut; kedua, pemain harus memiliki hubungan darah hingga maksimal kakek/nenek dengan warga negara tersebut.
Hasani dengan tegas menyatakan, “Jika pemain naturalisasi Malaysia memenuhi dua unsur tersebut dan sudah disetujui FIFA, mereka sah menjadi pemain Timnas Malaysia.”
Namun, Hasani menambahkan bahwa sanksi dari FIFA baru akan dijatuhkan jika memang terbukti adanya pemalsuan dokumen. Ia menjelaskan bahwa negara lain yang mengajukan protes dan laporan ke FIFA harus menyertakan bukti kuat terkait pemalsuan dokumen tersebut, dan barulah FIFA akan mengambil tindakan.
Kendati demikian, ketika ditanya tentang keabsahan proses naturalisasi pemain Malaysia secara pribadi, Hasani mengungkapkan keraguannya. “Saya pribadi nggak yakin, karena mereka tidak seperti kita yang punya sejarah. Di mana dulu banyak orang Indonesia khususnya dari Ambon yang banyak pindah ke Belanda. Nah apakah Malaysia ada sejarahnya seperti kita. Saya nggak yakin tuh,” pungkasnya, mengindikasikan bahwa latar belakang sejarah migrasi dan koneksi diaspora suatu negara dapat menjadi pertimbangan penting dalam validitas proses naturalisasi.