Home / Finance / Saham BUMN Karya: Kontrak Mini, Pilih Cermat!

Saham BUMN Karya: Kontrak Mini, Pilih Cermat!

JAKARTA – Kinerja perolehan nilai kontrak baru (NKB) sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya hingga Mei 2025 menjadi sorotan. Meski beberapa di antaranya membukukan angka yang signifikan, capaian ini dinilai belum sepenuhnya memuaskan dan menghadirkan tantangan tersendiri bagi sektor konstruksi pelat merah.

PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) memimpin perolehan kontrak baru dengan angka Rp 7,65 triliun, yang setara dengan 26,9% dari target tahunan perusahaan. Sementara itu, emiten lain menunjukkan capaian yang bervariasi: PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatat Rp 3,37 triliun, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) Rp 2,6 triliun, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) Rp 1,2 triliun, dan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) Rp 100 miliar.

Kendati demikian, angka-angka ini memicu kekhawatiran di kalangan analis. Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menyoroti adanya penurunan realisasi kontrak baru BUMN Karya dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh ketidakjelasan arah kebijakan pemerintah terkait kelanjutan proyek-proyek infrastruktur. “Peluang BUMN Karya untuk mencapai target NKB tahun 2025 cukup menantang dan berpotensi sulit terpenuhi, kecuali terjadi akselerasi signifikan dalam perolehan kontrak di sisa tahun ini,” ujarnya.

Senada, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, berpandangan bahwa meskipun perolehan kontrak baru sejauh ini dapat menjadi pendorong pemulihan sektor konstruksi, dampaknya belum merata. Sebagian emiten masih dibebani oleh beban bunga pinjaman yang tinggi dan proyek yang belum berjalan optimal. Tantangan besar lainnya datang dari ketatnya likuiditas dan pemangkasan anggaran infrastruktur, yang membuat target capaian NKB menjadi lebih sulit direalisasikan.

Namun, secercah harapan datang dari penilaian Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan. Ia melihat capaian NKB sejauh ini sebagai indikasi adanya arah perbaikan, meskipun belum cukup kuat untuk menjadi sinyal pemulihan menyeluruh. Ekky menambahkan, perolehan proyek baru bisa meningkat signifikan jika belanja infrastruktur pemerintah berjalan sesuai rencana. Ia juga menekankan peran penting anak usaha dalam mendongkrak perolehan kontrak baru, mengingat proyek yang ditangani anak usaha cenderung memiliki pembiayaan lebih ringan, waktu penyelesaian lebih cepat, dan potensi perputaran kas yang lebih baik, sehingga mampu memperkuat likuiditas induk usaha. Diversifikasi pendapatan dan sinergi antar anggota grup BUMN Karya juga dinilai turut mendukung perbaikan valuasi jangka panjang.

Restrukturisasi Utang Masih Jadi Kunci

Di tengah upaya mencapai target kontrak baru, beberapa BUMN Karya masih bergulat dengan proses restrukturisasi utang yang kompleks. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) menjadi salah satu contoh, di mana perseroan telah berhasil merestrukturisasi obligasi non-penjaminan senilai Rp 3,4 triliun dari total Rp 4,7 triliun. Sisa sekitar Rp 1,3 triliun obligasi yang belum direstrukturisasi direncanakan akan diselesaikan melalui Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) pada Juli 2025.

Sukarno Alatas menilai bahwa restrukturisasi ini memang berhasil menurunkan liabilitas perusahaan di kuartal I-2025 dan dianggap sebagai “obat jangka pendek”. Namun, ia menekankan bahwa langkah ini belum sepenuhnya memperbaiki fundamental keuangan emiten. Tekanan pembiayaan diperkirakan masih akan terasa di semester II seiring dengan ketatnya likuiditas pasar dan belum pulihnya arus kas operasional.

Indy Naila juga mengakui dampak positif restrukturisasi utang terhadap arus kas dan biaya keuangan perusahaan. Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa tekanan likuiditas belum sepenuhnya mereda, terutama jika suku bunga tetap tinggi. Risiko geopolitik dan terbatasnya arus kas operasional masih menjadi bayangan yang membayangi sektor ini. Senada, Ekky Topan menyebut bahwa restrukturisasi utang adalah katalis penting untuk menekan beban bunga dan memperbaiki arus kas jangka menengah, meski prosesnya belum seluruhnya rampung.

Rekomendasi Saham Masih Selektif

Melihat kompleksitas tantangan dan peluang yang ada, para analis pasar masih memberikan pandangan yang cenderung selektif terhadap saham emiten-emiten BUMN Karya. Sukarno Alatas merekomendasikan hold untuk saham ADHI dan PTPP. Ia menargetkan harga saham ADHI di kisaran Rp 286 – Rp 300, dengan level support pada Rp 252 dan Rp 246. Untuk PTPP, target harga berada di kisaran Rp 470 – Rp 500 dengan support di level Rp 436 dan Rp 424. “Belum ada sinyal beli yang kuat untuk saat ini, sehingga investor disarankan untuk wait and see,” katanya.

Di sisi lain, Indy Naila lebih optimistis dengan merekomendasikan trading buy untuk saham ADHI dengan target harga Rp 300. Menurutnya, peluang saham sektor konstruksi masih terbuka lebar, terutama jika Proyek Strategis Nasional (PSN) dan pembentukan holding BUMN Danantara berjalan sesuai rencana, yang dapat menjadi katalis positif bagi kinerja emiten.

Ekky Topan juga memberikan rekomendasi positif terhadap saham induk usaha seperti PTPP dan ADHI. Ia menilai, saham anak usaha cenderung memiliki risiko likuiditas yang lebih tinggi dan tingkat free float yang rendah, menjadikannya kurang ideal bagi investor ritel. “Jika tren penguatan bertahan, saham PTPP berpotensi menuju kisaran Rp 500 – Rp 580, dan ADHI bisa menuju level Rp 300 – Rp 350,” pungkas Ekky. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun prospeknya menantang, ada potensi penguatan bagi emiten-emiten yang fundamentalnya lebih kuat dan likuiditasnya terjaga.