Home / Education And Learning / SPMB Diskriminatif Anak Guru? Jalur Mutasi Jadi Sorotan!

SPMB Diskriminatif Anak Guru? Jalur Mutasi Jadi Sorotan!

southwestobits.com – , Jakarta – Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 kembali memicu gelombang kritik, kali ini datang dari Koalisi Barisan Guru Indonesia (Kobar Guru Indonesia). Organisasi ini menyoroti ketentuan jalur mutasi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 3 Tahun 2025 yang dinilai menciptakan ketidakadilan, khususnya bagi anak-anak para pendidik.

Pilihan editor: Agar Ekspansi Transjakarta Tak Jadi Beban Subsidi

Jalur mutasi, yang sejatinya diperuntukkan bagi calon murid pindahan akibat perpindahan tugas orang tua, termasuk anak guru, ternyata sangat terbatas dalam penerapannya. Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia, Soeparman Mardjoeki Nahali, menegaskan bahwa regulasi ini secara nyata menghambat anak guru untuk mengakses sekolah negeri yang menjadi hak mereka.

“Banyak guru yang tidak dapat memanfaatkan jalur mutasi karena pendaftaran hanya dibuka untuk sekolah tempat guru tersebut mengajar. Anak guru yang orang tuanya mengajar di jenjang berbeda, seperti guru SMP yang hendak menyekolahkan anaknya ke SD, tidak bisa menggunakan jalur ini,” jelas Soeparman dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 22 Juni 2025.

Ia mencontohkan dua kasus pelik di Jakarta, di mana anak guru baru dapat diterima di SD setelah usianya lebih dari delapan tahun, karena tergeser oleh calon murid lain yang usianya lebih tua. Jalur mutasi yang seharusnya menjadi alternatif kemudahan, justru dinilai Soeparman malah mempersulit keadaan. Menurutnya, kondisi ini jelas bertolak belakang dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang secara eksplisit menyatakan bahwa guru berhak atas kemudahan memperoleh pendidikan bagi anak-anaknya.

Selain batasan jenjang, masalah lain yang muncul adalah mengenai jarak tempuh. Wakil Koordinator Advokasi Perkumpulan Pendidik Sains Geografi Nusantara, Laili Hadiati, mengemukakan bahwa aturan tersebut mengabaikan aspek keseharian anak. “Kalaupun anak guru bisa mendaftar di sekolah tempat orang tuanya mengajar, jarak sekolah dengan tempat tinggal bisa sangat jauh. Anak usia SD dan SMP sebaiknya bersekolah dekat rumah. Aturan ini tak mempertimbangkan realitas tersebut,” kritiknya.

Gelombang kritik serupa juga disuarakan oleh Federasi Guru Independen Indonesia. Wakil Sekretaris Jenderal, Halimson Redis, menyoroti diskriminasi yang dialami anak guru swasta dalam jalur mutasi ini. Ia menceritakan pengalamannya saat mendaftarkan anaknya ke SMA negeri melalui jalur mutasi, namun ditolak lantaran sekolah yang dituju bukan tempat ia mengajar. “Padahal saya melampirkan surat tugas lengkap. Kalau aturan hanya berlaku untuk sekolah tempat guru mengajar, maka semua guru swasta otomatis terdiskriminasi,” tegas Halimson.

Kekhawatiran yang sama turut dilayangkan oleh Hari Risnandar dari Forum Guru Swasta Jakarta Raya. “Kalau guru negeri saja kesulitan, bagaimana dengan kami guru swasta? Aturan ini harus diperbaiki agar tidak merugikan anak guru. Ini soal komitmen negara dalam memuliakan guru sesuai amanat undang-undang,” ujarnya penuh harap. Ketua Dewan Penasehat Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Provinsi Lampung turut menambahkan, pemerintah seharusnya tidak memandang jalur mutasi sebagai sebuah privilese bagi anak guru, melainkan sebagai bentuk penghargaan nyata atas dedikasi dan pengabdian para pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Dia berharap jalur mutasi itu tidak perlu eksklusif, melainkan harus bersifat fleksibel. Idealnya, menurutnya, anak guru dapat mendaftar di sekolah mana saja melalui jalur mutasi. “Toh kuotanya kecil, hanya lima persen dan dibagi dengan anak pindahan lainnya,” imbuhnya, menegaskan bahwa fleksibilitas ini tidak akan mengganggu kuota secara signifikan.

Melihat persoalan krusial ini, Kobar Guru Indonesia mendesak agar ketentuan terkait jalur mutasi dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 segera ditinjau ulang. Mereka berharap pemerintah benar-benar menunjukkan keberpihakan yang konkret terhadap guru, tidak hanya dalam pidato seremonial, tetapi juga melalui kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan dan masa depan keluarga guru.

Pilihan editor: MAN 1 Tegal Klarifikasi Isu Keluarkan Siswa karena Baju Renang