Mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong, atau akrab disapa Tom Lembong, menghadapi tuntutan tujuh tahun penjara dari jaksa penuntut umum. Tuntutan ini diajukan dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan yang terjadi pada tahun 2015–2016.
Menanggapi tuntutan tersebut, Tom Lembong menyatakan keterheranannya dan rasa kecewanya setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 4 Juli 2025. “Saya terheran-heran dan kecewa karena tuntutan yang dibacakan sepenuhnya mengabaikan 100 persen dari fakta-fakta persidangan,” ujarnya. Ia merasa bahwa surat tuntutan jaksa seolah hanya menyalin surat dakwaan, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap melalui kesaksian maupun ahli dalam persidangan yang telah berlangsung setidaknya 20 kali.
Tom Lembong menggambarkan situasinya sebagai “surreal” atau seperti berada di “dunia khayalan”, mempertanyakan profesionalisme Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Selama dua jam sidang tuntutan, ia mengaku telah mencari-cari penyesuaian dari surat dakwaan ke tuntutan yang mencerminkan fakta persidangan, namun tidak menemukan satu pun. Kondisi ini membuatnya semakin heran akan pola kerja Kejaksaan Agung.
Padahal, Tom Lembong menegaskan bahwa dirinya telah bersikap kooperatif sejak tahap penyelidikan, selalu datang tepat waktu, bahkan menyanggupi pemeriksaan hingga larut malam. Namun, ia merasa kecewa karena sikap kooperatifnya itu tidak diperhatikan oleh jaksa. “Jadi, saya menunggu penilaian masyarakat atas peristiwa yang baru saja kita saksikan dalam persidangan saya hari ini,” katanya, menyerahkan penilaian kepada publik.
Jaksa penuntut umum menuntut Tom Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Jaksa meyakini bahwa Tom Lembong terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan pihak lain, termasuk mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Charles Sitorus, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. Oleh karena itu, jaksa meyakini Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula ini, mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar. Kerugian negara ini timbul antara lain karena penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan. Penerbitan izin ini disebut tanpa didasarkan pada rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, yang seharusnya menjadi prosedur wajib.
Jaksa: Tom Lembong Tak Merasa Bersalah
Dalam pertimbangannya, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menyatakan bahwa faktor yang memberatkan dalam menjatuhkan tuntutan kepada Tom Lembong adalah sikap yang bersangkutan yang tidak menunjukkan penyesalan. “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” kata jaksa. Selain itu, perbuatan Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan ini dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Namun, sebagai pertimbangan yang meringankan, jaksa mencatat bahwa Tom Lembong belum pernah dihukum sebelumnya.