Home / Technology / Studi MIT: Tulis Esai Pakai ChatGPT Bisa Turunkan Daya Ingat dan Cara Berpikir

Studi MIT: Tulis Esai Pakai ChatGPT Bisa Turunkan Daya Ingat dan Cara Berpikir

Sekelompok ilmuwan dari MIT Media Lab melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan ChatGPT untuk menulis esai dapat menurunkan kemampuan mengingat isi dari karya yang dibuatnya. Kok Bisa?

Penelitian melibatkan 54 peserta dari lima universitas di Boston dan dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama kelompok pengguna ChatGPT (LLM), kedua pengguna mesin pencari web, dan ketiga kelompok yang menulis esai murni pakai kemampuan otak.

Tim merekam hasil EEG (electroenchepalography) para peserta untuk melihat hasilnya. Analisis dDTF mengukur koneltivitas terarah pada pita alfa, beta, theta dan delta. Selain EEG, esai dianalisis secara NLP dan dinilai oleh manusia serta agen AI internal.

Temuan utama menunjukkan bahwa kelompok penulis esai pakai bantuan LLM mengalami penurunan kemampuan mengingat isi esai dan konektivitas otak terlemah dibanding kelompok lain, bahkan setelah tiga bulan penggunaan. Eksperimen dilakukan dalam empat sesi dengan waktu masing-masing 20 menit.

Data EEG menunjukkan bahwa konektivitas otak pada kelompok LLM jauh lebih rendah dibanding kelompok lain. Aktivitas otak kelompok penulis esai murni pakai otak menunjukkan jaringan konektivitas yang paling luas. Hal ini mengindikasikan keterlibatan kognitif yang sangat baik selama proses penulisan.

Kemampuan daya ingat

Bicara soal daya ingat, 83,3 persen peserta kelompok LLM gagal mengutip kembali kalimat dari esai yang baru saja mereka tulis. Sementara itu, dua kelompok lain, hanya ada 11,1 persen yang gagal mengingat.

Rasa memiliki pada esai

Cuma ada 9 dari 18 peserta LLM merasa memiliki penuh esai yang ditulis. Angka ini jauh jika dibandingkan oleh kelompok “brain-only.” 16 dari 18 peserta pada kelompok ini punya rasa memiliki esai lebih besar dibanding kelompok LLM. Kelompok penulis esai menggunakan bantuan web ada di tengah-tengah.

Strategi penulisan

Kelompok LLM cenderung lebih pasif dalam hal strategi penulisan. Banyak dari mereka hanya copy-paste jawaban ChatGPT tanpa banyak penyuntingan. Kelompok lain menunjukkan hasil proses berpikir dan integrasi informasi yang lebih aktif.

Analisis NLP pada esai yang telah dibuat

Peneliti melakukan analisis tambahan terhadap esai yang telah mereka buat. Tahap ini dilakukan untuk mengungkap homogenitas dalam struktur topik dan penggunaan frasa.

Kelompok LLM menunjukkan minimnya keragaman ide dan kemungkinan bias dari jawaban AI yang terlalu seragam. Sebaliknya, kelompok “brain-only” menghasilkan esai dengan variasi tertinggi dalam struktur, kosa kata, dan pendekatan terhadap topik. Analisis ini menunjukkan keterlibatan kognitif lebih kompleks dan penggunaan memori yang lebih aktif.

Menariknya, saat peserta LLM diminta menulis tanpa ChatGPT di sesi keempat, konektivitas otak mereka tetap rendah. Peserta “brain-only” yang tadinya tak dibantu AI, dan mulai menggunakan ChatGPT justru menunjukkan lonjakan konektivitas beta dan alpha.

Artinya apa? Ini merupakan tanda adanya adaptasi ulang terhadap proses berpikir berbeda.

Esai dari kelompok LLM secara teknis memiliki nilai tinggi saat dinilai oleh AI dan manusia. Namun sayang, tulisan-tulisan itu lebih sulit diingat oleh penulisnya sendiri. Esai mereka juga cenderung lebih pendek dan kurang mengandung entitas bernama (NER) dibanding kelompok lain.

Dalam wawancara terpisah, peserta LLM mengaku kurang puas terhadap gaya bahasa yang dihasilkan AI. Mereka mengakui bahasanya terlalu ‘robot.’ Mereka merasa kurang terlibat dalam penulisan esai. Beberapa bahkan menyebut mengalami “analysis paralysis” saat berinteraksi dengan AI.

Eksperimen ini menggunakan teknologi EEG canggih (Neuroelectrics Enobio 32) untuk mengukur aktivitas otak secara real-time saat menulis. Studi juga mencakup analisis kuantitatif NLP, penilaian esai oleh guru manusia dan AI, serta wawancara mendalam.

Peneliti menganggap bahwa penggunaan AI seperti ChatGPT terlebih untuk keperluan akademik perlu didampingi strategi pendidikan yang mendorong refleksi dan keterlibatan aktif pengguna. Tentu harapannya AI tak sekonyong-konyong jadi konsumsi pasif dan dianggap penghasil konten buatan mesin.

Peneliti menyimpulkan bahwa ketergantungan pada LLM berisiko pada menurunnya kemampuan berpikir mandiri seseorang secara perlahan. Jika tren ini berlanjut tanpa intervensi, kualitas belajar generasi masa depan bisa terancam.

MIT menyarankan tenaga pendidik dan pembuat kebijakan segera mempertimbangkan pendekatan pedagogi baru. Pendekatan ini penting untuk menyandingkan manfaat AI dengan prinsip pembelajaran berbasis otak dan refleksi pribadi.

Studi ini diterbitkan di MIT Media Lab tanggal 10 Juni 2025 dengan judul ‘Your Brain on ChatGPT: Accumulation of Cognitive Debt when Using an AI Assistant for Essay Writing Task’